Kebijakan adalah keputusan yang menggambarkan tujuan, menetapkan sesuatu yang dapat dijadikan pedoman/acuan, atau sebagai dasar suatu tindakan, dan tindakan tersebut diambil untuk menerapkan keputusan itu, atau kebijakan dapat diartikan rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar recana dalam pelaksanaan satu pekerjaan, hasil dari sebuah kepemimpinan dalam sebuah pemerintahan atau sebuah organisasi (Holsti, di dalam Rudi, 1993: 17).
Sedangkan Grifith (2002: 95) mendefinisikan kebijakan sebagai susunan strategi yang digunakan oleh pemerintah untuk memandu tindakan mereka dalam bidang tertentu (yang di dalamnya terdapat pelbagai alternatif yang sebelumnya telah disusun bersama).
Kebijakan Perdagangan
Jhingan (1990) menjelaskan, bahwa kebijakan perdagangan sebagai suatu kebijakan yang dapat menopang percepatan laju pembangunan ekonomi dengan:
a. Memungkinkan negara tebelakang memperoleh bagian lebih besar dari manfaat perdagangan;
b. Meningkatkan laju pembentukan modal;
c. Meningkatkatkan industrialisasi;
d. Menjaga keseimbangan neraca pembayaran (Ikbar, 1995: 148).
Pendapat yang senada, dikemukakan Djiwandono (1992: 52-53), bahwa kebijakan perdagangan dimungkinkan sebagai landasan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional yang berkesinambungan.
Kebijakan perdagangan mencakup tindakan pemerintah terhadap rekening yang sedang berjalan (current account) daripada neraca pembayaran intenasional, khususnya tentang ekspor dan impor barang/jasa. Jenis kebijakan ini misalnya tarif terhadap impor, bilateral trade agreement, state trading, dan sebagainya (Nopirin, 1999: 49-51)
Ikbar (1995), mengidentifikasi beberapa argumen guna mendukung suatu kebijakan perdagangan yang pada dasarnya merupakan suatu bentuk proteksi, sebagai berikut:
1. Terms of Trade (perbandingan antara harga impor dan harga-harga ekspor). Bahwa perubahan ”terms of trade” yang menguntungkan suatu negara akan memberi peluang bagi negara yang bersangkutan untuk memperoleh surlpus pendapatan nasional. Ini bisa dilakukan dengan penerapan tarif dan bukan tarif tertentu yang membuat nilai impor turun dan nilai ekspor meningkat. Namun, tindakan kebijakan negara dengan penerapan tarif dan bentuk proteksi lainnya, biasanya dapat mengundang tindakan balasan negara lain terutama yang terkena langsung akibat itu.
2. Rasio Tabungan. Untuk pembentukan modal, salah satu cara yang penting ialah dengan tabungan domestik, dengan membatasi impor komoditas konsumsi melalui pengawasan langsung atau penetapan bea masuk. Maka, pengeluaran untuk konsumsi dapat dikurangi dengan jumlah sebesar jumlah kenaikan dalam tabungan. Peningkatan tabungan bermanfaat pula untuk melakukan barang modal, dan kondisi yang diperlukan untuk ialah bahwa pengurangan barang impor konsumsi harus diikuti oleh peningkatan impor barang modal dengan nilai yang sama.
3. Investasi Asing. Proteksi juga relevan untuk sumber pembentukan modal dengan menarik investasi asing bagi negara berkembang khususnya, dan modal kerja sama penanaman modal yang dilakukan oleh negara-negara industri maju. Hambatan pokok bagi output produk industri dari penanaman modal asing di negara berkembang, biasanya, adalah lemahnya daya beli masyarakat dan sempitnya pasar domestik. Untuk itu banyak negara berkembang melakukan orientasi ekspor (export oriented).
4. Industri Muda (The Infant Industry). Industri muda merupakan tahap transisi menuju industri besar-besaran. Perlunya perlindungan (campur tangan pemerintahan) untuk pengawasan dan intensif terhadap industri ini, hal ini disebabkan karena industri muda banyak berhadapan dengan kondisi eksternal kompetitif. Ada empat empat alasan khusus bagi proteksi industri di negara-negara berkembang:
a. Adanya kendala untuk memperoleh pasar bagi penewaran baru,
b. Adanya kelebihan tenaga kerja,
c. Besarnya biaya investasi individual dalam mewujudkan ekonomi eksternal,
d. Struktur harga internal yang tidak menguntungkan industri.
5. Ekonomi Eksternal. Bahwa pendirian dan perkembangan setiap industri yang baru menghasilkan keuntungan-keuntungan dalam bentuk ekonomi eksternal (Meade (1952) menggolongkan ekonomi eksternal adalah; tekonologi dan; moneter (Jhingan (1990), di dalam Ikbar, 1995: 151)). Ini menimbulkan perbedaan ”private profit” dan “social benefit”. Apabila perbedaan ini timbul, dapat diterapkan proteksi atau subsidi sebagai cara untuk memperkecil nilai perbedaan itu.
6. Faktor Redistribusi. Pada negara-negara berkembang biasanya terjadi kesenjangan harga dan biaya pertanian dan industri begitu lebar. Hal ini menghambat perkembangan industri yang dianggap lebih produktif. Sehingga, diperlukan suatu insentif atau proteksi hingga derajat yang sesuai (tidak terjadi kesenjangan). Hal ini disertai asumsi bahwa pertanian kurang produktif bila dibanding dengan industri.
7.Neraca Pembayaran. Salah satu tujuan penting kebijakan pemerintah atau negara dalam perdagangan, ialah mencegah ketidakseimbangan neraca pembayarannya. Penyebab utama yang sering kali terjadi dalam kesulitan neraca pembayaran ialah kebutuhan yang besar atas industri utama dan penting, dan terjadinya inflasi. Ketidakseimbangan neraca pembayaran terjadi bila suatu ekonomi yang sedang tumbuh atau berkembang membutuhkan devisa untuk membayar pinjaman luar negeri.
0 Response to "Pengertian Kebijakan Perdagangan -Keputusan"
Post a Comment